Kemarin hari Ahad bisa dibilang hari yang cukup luang. Kebetulan pas ada final badminton di Guang Zhou China. Indonesia menempatkan 2 wakilnya dari 5 kategori yang ada, Mixed Double dan Men’s Double. Sialnya event itu ga di siarin di TV nasional. Dari dulu gue selalu ngeluh kenapa TV nasional ga pernah nyiarin event-event penting dunia bulutangkis. Padahal ya, bulutangkis ini bisa dibilang cabang olahraga tumpuan Indonesia di event dunia. Di semua event Olimpiade Indonesia selalu mengandalkan Badminton sebagai pengkoleksi medali. Hanya pada Olimpiade London 2012 saja cabor Badminton gagal memberikan satu medali pun.
Media di Indonesia justru lebih menyorot sepak bola. Well, sepak bola memang olahraga paling popular di seluruh dunia. Tidak heran acara olahraga di TV didominasi sepak bola. Walaupun Indonesia sama sekali tidak mampu berbicara di tingkat Internasional. Ya mungkin ada. Itu yang junior-junior yang juara di Eropa (sori ga ngikutin sepak bola nasional), tapi setelah dewasa, mana? Hilang ga ada rimbanya.
Coba deh sekarang dipikir. Dari cabang olahraga, dunia mengenal Indonesia dari cabang apa? Sepak bola? Jelas bukan. Renang? Juga bukan. Mungkin kemarin Indonesia sempat bangga ada orang Belanda keturunan jawa yang meraih medali di Olimpiade, namanya Ranomi Kromowidjojo (putri). Emang Indonesia ngasih apa? Nothing kan?
Faktanya dunia mengenal Indonesia dari cabang bulutangkis. Dari bulutangkis inilah National Anthem Indonesia Raya paling sering berkumandang bersama merah putih yang dikibarkan.
Kasihan ribuan atau mungkin jutaan anak-anak bangsa yang tersihir dengan suguhan sepak bola. Mereka berlatih sepak bola setiap hari hingga mengorbankan banyak waktu. Tapi setelah dewasa mereka tidak mendapatkan apa-apa. Terkenal? Tidak. Banyak uang? Gaji pun mungkin jarang dibayar. Malang sekali.., banyak waktu yang hilang tanpa ada hasil yang terbayar.
Kalau mau menyikapi dengan bijak. Mungkin saja suatu nanti sepak bola Indonesia bisa berbicara. Seperti Spanyol yang kini mendominasi dunia sepakbola. Atau mungkin Jepang yang kini menguasai Asia. Namun, semua itu harus dengan pembinaan jangka panjang. Tidak ada yang instan.
Tahun 90an, bisa dikatakan adalah tahun emas bagi dunia bulutangkis Indonesia. Peringkat atas di semua kategori didominasi oleh pemain-pemain Indonesia. Salah satu penyebabnya mungkin saja ada media yang dengan setia meliput setiap event yang diikuti putra bangsa. Gue pernah dengar kabar dulu ketika Icuk Sugiarto masih aktif sebagai pemain, ketika dia bertanding sampai ada sekolah yang diliburkan ‘hanya’ untuk menonton pertandingan. Wow!
Lha sekarang, event penting seperti All England, Olimpiade, Super Series, World Championships mana ada TV nasional yang mau meliput. Lebih sibuk memberitakan berita gossip tak penting, sinetron norak, yang notabene-nya tidak ada unsure mendidik atau unsur nasionalis. Paling pol cuma Indonesia Open. Ya iyalah di Indonesia. Eh, tapi itu pun ga diliput total, cuma dari Quarter Final sampe Final. Pfft..
Coba deh kalau event-event itu disiarin di TV nasional. Pasti anak-anak yang memang lebih gampang ‘dipengaruhi’ akan terpengaruh dengan animo badminton. Terus banyak anak-anak yang masuk sekolah-sekolah bulutangkis dibandingkan sekolah sepak bola. Jadikan Indonesia punya lebih banyak stock pemain dan proses regenerasi pemain jadi lebih baik. Kayak China yang proses regenerasi dari dulu sampe sekarang nyambung terus, ga putus-putus. Dan peluang untuk berprestasi lebih besar dari sekedar ‘hanya’ bermain bola. Lebih besar peluangnya terkenal di tingkat Internasional, berduit, dsb. Secara, dunia Internasional selalu menghormati Indonesia sebagai salah satu kiblat bulutangkis dunia. Coba sepakbola, Indonesia punya apa? Paling pol, berita tawuran yang digede-gedein. That’s ridiculous bro..
Ah, udahlah mengeluh tentang kekurangan bangsa ini ga akan ada habisnya. Lebih baik do something yang manfaat buat diri sendiri yang mungkin nanti bisa ada kontribusinya buat negeri. Malulah meludah sumur sendiri tapi nantinya kita minum dari sumur itu juga. Oke, ini sikap.
***
Balik ke final di Guang Zhou. Nama resmi event-nya 2013 Wang Lao Ji BWF World Championships. Kalo ga salah Wang Lao Ji itu nama produk minuman di China. Karena jadi sponsor utama, namanya disertakan dalam nama event. Kalau di Indonesia Open kayak Djarum. Iya, Djarum yang pabrik rokok itu. *ketawa ngekek* Event olahraga kok pake sponsor utama produk yang dilarang keras buat olahragawan.
Karena ga ada TV kabel di rumah akhirnya streamingan di Youtube. Live streaming dari jam 1 siang sampe jam 7 malem. Non stop! Cuma ditinggal sholat ashar maghrib di masjid. Itu pun computer kondisi on terus. Joss…
Cuma ketinggalan satu partai, Women’s Double. Partai yang menurut gue ga penting dan ga seru. Udah bisa ditebak siapa yang juara. Wang Xiaoli/Yu Yang, China. *sigh*
Match 2, Women’s Single. Ga seru juga. Dari dulu ga pernah seneng nonton badminton putri. Mainnya kurang greget kali ya. Cuma gitu-gitu aja. Haha.. But, I was shocked by Ratchannok Intanon yang di Set 1 nyusul dari 12-19, terus menang di set itu. Gilak! Menyusul 7 poin di poin-poin kritis itu bukan sesuatu yang mudah. Apalagi melawan Li Xueri, world number one for women’s single. Plus di China lagi. Akhirnya gue terus mantengin tu pertandingan. Set 2, Intanon kalah. Set 3, cukup imbang. Tapi keliatan banget Li Xueri udah mulai kehilangan kecepatannya. Dan satu hal fatal yang menurut gue sangat merugikan adalah Li Xueri sudah tidak menikmati pertandingan. Ingin cepat menyudahi setiap rally. Hasilnya Li Xueri lebih sering mati sendiri. One of the key to get more points is enjoying not only the game, but every stroke.
Dengan kemenangan Ratchanok Intanon, dia menjadi satu-satunya juara dunia dari Thailand, sejak World Championships digelar 1977. Dan tahu ga usia Intanon? 18 tahun! Hmm, semoga bisa jadi motivasi dan inspirasi buat pemain-pemain putri Indonesia. Kembali berjaya seperti jaman Susi Susanti yang meruntuhkan dominasi putri dari China.
Lanjut Match 3, ini yang paling ditunggu-tunggu sama masyarakat Indonesia, Mixed Double (Ganda Campuran). Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Mereka akan menghadapi pemain dari China, Xu Chen/Ma Jin. Peringkat 2 dunia menghadapi peringkat 1 dunia. Ideal Final.
Set 1 mulus-mulus aja, 21-12, terlihat mudah bagi Owi/Butet. Set 2 mereka mulai kewalahan. Owi yang awalnya di set 1 sering mengejutkan pasangan China dengan drive-drive yang tiba-tiba, sudah mulai terbaca di set 2. Justru Owi/Butet lebih sering terpancing dengan bola-bola kecil Ma Jin, hingga cukup banyak bola-bola tanggung. Set 2 mereka menyerah 16-21.
Set 3 tetap berjalan ketat, poin-poin mereka saling susul menyusul. Tapi mulai mendekati poin kritis 17, pasangan Indonesia tertinggal 2 poin. Disini, mulai deg-deg-an. Dan puncaknya adalah di poin 18-20. Wuss, pas ini deg-deg-an maksimal. Mungkin banyak penndukung Indonesia yang sudah mulai hilang harapan. Penonton di stadium yang mayoritas adalah pendukung China sudah mulai siap-siap merayakan kemenangan. Gue cuma diem, mantengin monitor sambil berdoa. Ayo bisa, masih bisa…
Semua penonton hening, fokus melihat 4 orang pemain di court. Xu Chen serves to Butet. Butet menempatkan bola di kanan depan.. bola didorong ke belakang oleh pasangan China.. terjadi rally yang cukup menegangkan, beberapa kali Butet dipancing untuk melakukan smash… sangat beresiko bola nyangkut di net… selanjutnya terjadi saling jual beli serangan drive di depan net.. hingga Ma Jin mengangkat bola tanggung dan disambar langsung oleh Owi… 20-19.. masih Match Point untuk China…
Pasangan Indonesia meminta break untuk sekedar mencari nafas dan tentu saja mencoba memecah fokus pasangan lawan. Memang meminta break kepada umpire (wasit) di poin-poin kritis sangat efektif untuk mengembalikan fokus sekaligus memecah fokus lawan.
Suasana kembali hening, masih Match Point untuk pasangan China. Owi bersiap melakukan service ke Ma Jin. Kembali terjadi serangan drive-drive silang yang cukup membahayakan. Kembali Owi mencoba untuk memberi bola lemah di depan net. Lagi-lagi diangkat oleh Ma Jin. Tanggung… dan Owi dengan sigap menyambar bola. Masuk! 20-20!
Owi serves to Xu Chen. Dikembalikan dengan sempurna.. didorong ke kanan belakang oleh Owi, Ma Jin mencoba mengembalikan dengan dropshot silang. Tapi terlalu jauh.. bola menyangkut di net. 20-21!
Di hampir semua Mixed Double, pemain putri selalu menjadi sasaran. Terutama untuk poin-poin kritis seperti ini. Pengaruh stamina dan kekuatan yang biasanya lebih inferior.
Match Point untuk Indonesia! Sang pelatih Richard Mainaky menyemangati Owi/Butet dan memberi isyarat agar tetap fokus dan tenang. Masih belum game.
Owi serves to Ma Jin. lagi-lagi terjadi drive-drive cepat. Xu Chen memberikan bola keras ke arah belakang Butet. Tapi Butet membiarkan bola lewat begitu saja. Semua yang ada di stadium terdiam menunggu jatuhnya shuttle. Dan… Out! Bola keluar. 20-22! Game untuk pasangan Indonesia!!
Alhamdulillah, satu gelar sudah ditangan. Match ini merupakan Match yang paling menegangkan dan paling dramatis. Dari tertinggal 20-18 menjadi 20-22! Plus karena gue juga orang Indonesia. Hehe
Tinggal nunggu Match 4 Men’s Double antara Ahsan/Hendra melawan Boe/Mogensen dari Denmark. Ahsan/Hendra adalah pasangan baru ganda putra Indonesia. Sebelumnya Hendra Setiawan selalu dipasangkan dengan Markis Kido. Mereka berhasil menjadi juara di Olimpiade Beijing 2008.
Banyak yang memprediksi pasangan ini Ahsan/Hendra tidak akan masuk jajaran pemain elite dunia. Salah satu yang mengeluarkan statement ini adalah Li Yongbo. Kepala pelatih China. Tapi, pelan namun pasti kini Ahsan/Hendra menduduki peringkat 2 dunia (setelah BWF World Championships)
Singkat cerita mereka berhasil mengandaskan pasangan Boe/Mogensen dengan straight set! Satu-satunya partai yang tidak berlanjut dengan Rubber Set di Final tersebut.
Dua Finalis yang menjadi harapan Indonesia meraih gelar juara dunia berhasil memenuhi harapan seluruh pecinta bulutangkis. Menjadi kado hadiah yang sangat manis untuk perayaan HUT Kemerdekaan ke-68 RI.
Selanjutnya Match 5, Men’s Single. Ini yang paling gue tunggu-tunggu. Antara Lin Dan (China) vs Lee Chong Wei (Malaysia). Memang bukan pemain Indonesia. Tapi mereka saat ini adalah 2 pemain terbaik dunia di kategori tunggal putra. Jika di sepak bola ada Messi dan Ronaldo, di bulutangkis ada Lin Dan dan Lee Chong Wei. Final antara keduanya bisa dibilang Ideal Final! Di pertandingan 2011 Yonex BWF World Championships juga mempertemukan mereka. Dimenangkan oleh Lin Dan dengan rubber set. Pertandingan itu diakui adalah pertandingan paling dramatis. Ini videonya
Tahun ini Lin Dan kembali setelah break cukup lama. FYI, Lin Dan terakhir mengikuti turnamen dunia di Olimpiade London 2012. Di event itu Lin Dan berhadapan dengan Lee Chong Wei dan merebut Gold Medal. Sebenarnya Lin Dan mencoba come back di Asian World Championships 2013 kemarin tetapi mengundurkan diri karena cedera bahu kiri. (Lin Dan pemain kidal)
Satu hal yang cukup mengejutkan di Men’s Single Final kali ini adalah pemain nomor 1 dunia berhadapan dengan pemain peringkat 286, Lin Dan. Banyak yang menanyakan kenapa Lin Dan yang dulunya menduduki peringkat 1 dunia turun di peringkat 286. Jawabannya simple saja, karena Lin Dan sudah lama absen di tournament-tournament dunia. Peringkat pemain dihitung berdasarkan poin yang dikumpulkan oleh pemain tersebut dari tournament-tournament yang diikuti. Poin yang paling besar adalah Olimpiade dan BWF World Championships, diikuti oleh event Superseries, dst.
Tapi peringkat hanyalah data. Dalam olahraga, kemampuan pemain adalah faktor utama yang menentukan siapa yang akan menang. “Form is temporary, Class is permanent!”
Lin Dan membuktikannya dengan memenangkan Ideal Final kali ini. 16-21 21-13 20-17.
Set 3 seperti biasa berjalan sangat ketat. Tapi di poin-poin kritis Lee Chong Wei meminta tim medis untuk meredakan rasa sakit di kakinya. Sempat terduduk beberapa saat dan tertunduk meringis menahan sakit. Lin Dan menunjukkan jiwa sportifnya dengan menyeberang net dan menghampiri Lee Chong Wei, memastikan lawan abadinya baik-baik saja. Namun, akhirnya Lee Chong Wei menyerah dan menjabat tangan Lin Dan. Pertandingan selesai, Lin Dan dipastikan sebagai juara dunia 2013.
Sebuah suguhan pertandingan yang selalu menghibur dan seru untuk ditonton. Lin Dan vs Lee Chong Wei. Jelas Lin Dan selalu unggul dalam hal mental dan agresivitas. Meski lawannya Lee Chong Wei adalah pemain ber-skill tinggi, tapi sampai saat ini Lin Dan adalah pemain yang melebihi semua pemain dunia. Lin “Super” Dan.
Ini gue kasih list video Youtube.
Sebenarnya kalau Lin Dan kalah dari Lee Chong Wei, Indonesia keluar sebagai juara umum event ini. Tapi karena Lin Dan yang menang maka China ditasbihkan sebagai juara umumnya (menurut perolehan medali).
But 2 Gold Medals is great. Semoga ini menjadi sinyal untuk kebangkitan bulutangkis Indonesia. Seperti kata komentator Gill Clark, “INDONESIA IS BACK!!!”